Penelitian alih kode dalam
surat kabar pontianak post
Penelitian
Mini
Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh
Meri Wati
(511300209)

FAKULTAS
BAHASA DAN SENI
INSTITUT
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN
GURU REPUPLIK INDONESIA
PONTIANAK
2014
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bahasa adalah alat komunikasi verbal
yang bersifat arbitrer, bahasa juga merupakan alat penghubung yang berupa
symbol tertentu yang telah disepakati sehingga terjadi interaksi yang saling
merespon satu dengan yang lain. Bahasa tidak bisa lepas dari kehidupan kita
sehari-hari, manusia selalu melakukan kegiatan setiap hari dan untuk
memperlancar kegiatan tersebut dibutuhkan sebuah komunikasi yang nantinya akan
menghasilkan sebuah keuntungan bersama.
Setiap penutur mempunyai kemampuan
komunikatif berupa kemampuan berbahasa serta kemampuan mengungkapkan sesuai
dengan fungsi dan situasi serta norma-norma pemakain dalam kontek sosialnya. Di
dalam kajian ilmu sosiolinguistik terdapat beberapa dimensi yang harus diperhatikan
yaitu: identitas social penutur, identitas social pendengar, lingkungan social
terjadinya tindak tutur, analisis sinkronik dan diakronik, penilaian social
yang berbeda dari penutur, tingkatan variasi dan ragam linguistic.
Makalah ini di lihat pada surat
kabar Pontianak Post jumat 12 September 2014 pada halaman 16, senin 27 January
2014 pada halaman 11, dan rabu 15 January 2014 pada halaman 11. Penelitian ini
membahas tentang “ alih kode data surat
kabar Pontianak Post” yang terdapat dalam surat kabar Pontianak Post dan
percakapan yang menggunakan bahasa Melayu Pontinak yang membahas tentang
kejadian yang ada di kota Pontianak seperti “syarat ikut sertifikasi, penyapu
jalan tumpuk sampah sembarangan, dan galian PDAM rusak jalan”.
B.
Fokus
Penelitian
-
Masalah
dan batasan masalah
- Bagaimana bentuk alih kode yang
ada di dalam surat kabar Pontianak Post?
- Faktor apa saja yang
mempengaruhi terjadinya alih kode?
C.
Tujuan
Penelitian
- Mendeskripsikan bentuk alih
kode yang ada di surat kabar Pontianak Post
- Mencari tahu faktor apa saja
yang mempengaruhi terjadinya alih kode
D.
Manfaat
Penelitian
- Mengetahui gaya bicara para masyarakat
- Bisa menyimpulkan dari
percakapan tersebut adakah gejala alih kode atau tidak
BAB
II
KAJIAN
TEORI
- Analisis Percakapan
Tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa melayu Pontianak sangat mempengaruhi komunikasi sehari-hari, dikarenakan
penutur merupakan kelompok masyarakat suku melayu Pontianak dan bahasa daerah atau bahasa nusantara akan selalu
berdampingan dengan bahasaIndonesia.
Analisis percakapan adalah analisis yang sistematis tentang
peristiwa berbicara yang dihasilkan dalam setiap situasi interaksi percakapan (talk-in-interaction).
Analisis percakapan adalah kajian rekaman tentang percakapan dalam interaksi
yang terjadi secara alamiah. Pada prinsipnya, analisis percakapan bertujuan
untuk menemukan cara-cara partisipan mengerti dan menanggapi penuturan antara
partisipan yang satu dengan yang lain dalam suatu giliran berbicara, dengan
menitikberatkan pada urutan perilaku. Hal itu berarti analisis percakapan dapat
menemukan langkah-langkah yang tidak dapat diduga sebelumnya dan kompetensi
sosiolinguistik yang mendasari produksi dan interpretasi percakapan yang urutan
interaksinya teratur (Hutchby dan Wooffitt, 1998).
Analisis percakapan adalah sebuah permulaan yang radikal
dari bentuk-bentuk analisis yang diorientasikan secara linguistik pada produksi
tuturan dan khususnya perolehan pengertian yang tidak hanya dilihat pada
struktur bahasa tetapi yang pertama dan utama adalah sebagai sebuah penyelesaian
sosial yang praktis. Hal itu berarti kata-kata yang digunakan pada saat
berbicara tidak dikaji sebagai kesatuan-kesatuan semantik, tetapi sebagai hasil
atau tujuan yang dibentuk dan digunakan dalam batasan aktivitas-aktivitas
perundingan dalam berbicara, seperti salam, sapaan, keluhan, dan sebagainya.
Dengan percakapan, penutur menunjukkan urutan-urutan
berikutnya dari sebuah pemahaman yang dibicarakan sebelumnya. Hal itu akan
dapat menunjukkan hal-hal utama yang dikehendaki ataupun tidak dikehendaki oleh
penutur. Langkah-langkah tersebut disebut sebagai langkah-langkah pembuktian
giliran berikutnya (next-turn proof procedure). Langkah-langkah tersebut
menjadi alat dasar dalam analisis percakapan untuk menjamin bahwa analisis
benar-benar didasarkan pada kelengkapan percakapan sebagai orientasi partisipan
dalam menyelesaikan percakapannya, bukan semata-mata didasarkan pada asumsi
analis.
Urutan-urutan tuturan dalam sebuah percakapan akan
memberikan kepastian informasi yang dikehendaki oleh partisipan dengan adanya
pasangan tuturan yang berdekatan (adjacency pair). Pasangan tuturan yang
berdekatan ini akan mempertegas langkah-langkah pembuktian terhadap cara-cara
partisipan memahami dan membuat pengertian tentang tuturan yang ada.
Langkah-langkah pembuktian itu didasarkan pada tiga hal
penting tentang peristiwa percakapan adalah sebagai berikut:
a)
tuturan dapat dipandang sebagai
tujuan penutur untuk menggunakannya bagi penyelesaian sesuatu yang khusus dalam
berinteraksi dengan yang lain daripada hanya sekedar mendengar.
b)
tuturan terjadi dalam konteks khusus
yang memerlukan jawaban-jawaban metodis. Karakteristik metodis berbicara selalu
ditujukan pada detail-detail interaksi dan konteks urutan dalam percakapan yang
dihasilkan yang biasa disebut dengan tindak tutur
c)
analisis percakapan merupakan sebuah
metode ilmiah sosial. Hal itu didasarkan pada pandangan bahwa suatu percakapan
dalam interaksi terdiri atas hubungan sebab-akibat yang menggunakan
variabel-variabel linguistik yang dipengaruhi oleh variabel-variabel sosial
(Hutchby dan Wooffitt, 1998:21).
- Proses terjadinya alih kode
- Pengertian alih kode
Menutut Apple(1976:79) mendefinisikan alih kode sebagai
gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Menurut
Hymes(1875:103) menyatakan alih kode hanya terjadi antar bahasa, tetapi dapat
juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Namun
karena di dalam suatu kode terdapat berbagai kemungkinan variasi(baik variasi
resional, variasi kelas social, ragam, gaya atau register) maka peristiwa alih
kode mungkin berwujud alih varian, alih ragam, alih gaya atau alih register.
Peralihan juga dapat diamati lewat tingkat-tingkat tatabunyi, tatakata,
tatabentuk, tata kalilmat, maupun tatawacananya.
Latar Belakang Hidup di dalam masyarakat dwibahasa (atau
multibahasa) membuat orang Indonesia mampu
berbicara dalam setidaknya dua bahasa. Mereka dapat menggunakan paling tidak
bahasa daerahnya (yang biasanya merupakan bahasa ibu) dan bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional. Karena pengaruh globalisasi dan masuknya budaya asing,
saat ini bahkan banyak sekali orang yang mampu berkomunikasi dengan lebih dari
bahasa satu bahasa asing. Penguasaan beberapa bahasa mendorong orang-orang
menggunakan berbagai bahasa tersebut dalam situasi dan tujuan yang berbeda.
Karena inilah fenomena alih kode (code switching) dan campur kode (code mixing)
tidak dapat dihindari. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Umar dan
Napitupulu (1994:13), bahwa alih kode merupakan aspek ketergantungan bahasa
dalam suatu masyarakat dwibahasa. Hampir tidak mungkin bagi seorang penutur
dalam masyarakat dwibahasa untuk menggunakan satu bahasa saja tanpa terpengaruh
bahasa lain yang sebenarnya memang sudah ada dalam diri penutur itu, meskipun
hanya sejumlah kosa kata saja. Alih kode dapat terjadi di berbagai situasi dan
tempat.
Landasan Teori Alih kode merupakan hal yang dibahas dalam
sosiolinguistik. Sosiolinguistik mempelajari bahasa dengan mempertimbangkan
hubungan antara bahasa dan masyarakat penutur bahasa tersebut (Rahardi,
2001:12- 13). Orang-orang akan akan berkomunikasi menggunakan bahasa atau kode
tertentu berdasarkan siapa yang mereka ajak bicara dan dalam situasi yang
seperti apa serta tujuan apa yang ingin mereka peroleh melalui penggunaan kode
tersebut. Hal ini sejalan dengan pernyataan Fishman, “who speaks (or write)
what language (or what language variety), to whom and when, and to what end?”
(dalam Wardaugh, 1986:16). Selain itu, pemilihan kode yang sesuai untuk situasi
tertentu juga dipengaruhi oleh komponen tutur yang disingkat sebagai SPEAKING,
yang diungkapkan oleh Dell Hymes (dalam Fasold, 1990:44-46). Komponen tutur ini
terdiri atas Situation (tempat dan waktu terjadinya tuturan), Participants
(peserta tutur), Ends (tujuan), Act sequences (pokok tuturan), Keys (nada
tutur), Instrumentalities (sarana tutur), Norms (norma tutur), dan Genre
(kategori)kebahasaan yang sedang dituturkan). Alih kode merupakan salah satu
akibat adanya kontak bahasa. Kontak bahasa terjadi ketika dua bahasa atau lebih
digunakan oleh penutur yang sama (Suwito dalam Rahardi, 2001:17). Kontak bahasa
ini akan memengaruhi salah satu bahasa yang digunakan penutur, dan hal ini
terlihat dari adanya beberapa leksikon pinjaman dari salah satu bahasa
tersebut.
Kode adalah
suatu sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya mempunyai ciri-ciri khas
sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan lawan bicara, dan
situasi tutur yang adalasi penutur dengan lawan bicara, dan situasi tutur yang
ada. Sementara Sumarsono dan Pertana (2002:201) mengatakan bahwa kode
merupakan bentuk netral yang mengacu pada bahasa, dialek, sosiolek, atau
variasi bahasa. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Tanner (dalam Pride &
Holmes ed., 1972:126) bahwa kode mencakup bahasa dan perbedaan
intrabahasa yang disebut variasi (tingkat tutur, dialek, dan ragam). Dari
pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kode mencakup bahasa yang
digunakan untuk berkomunikasi dan variasi bahasa tersebut, termasuk dialek,
tingkat tutur, dan ragam. Dengan kata lain, kode adalah sistem yang
digunakan seseorang untuk berkomunikasi dengan mitra tuturnya .(Rahardi
,2001:21) mengatakan bahwa alih kode adalah penggunaan altenatif dari
dua variasi atau lebih dari bahasa yang sama atau dalam suatu masyarakat
dwibahasa. Sementara itu,Crystal (dalam Skiba, 1997 hal. 2) mengatakan bahwa
peralihan kode atau bahasa terjadi ketika seorang dwibahasawan saling
bergantian menggunakan dua bahasa selama dia berbicara dengan dwibahasawan
lain. Chaer dan Agustina (1995:141) menambahkan bahwa alih kode adalah
”peristiwa pergantian bahasa…atau berubahnya dari ragam santai menjadi ragam
resmi, atau juga ragam resmi ke ragam santai….” Jadi dalam alih kode, pemakaian
dua bahasa atau lebih ditandai oleh kenyataan bahwa masing-masing bahasa masih
mendukung fungsi-fungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya, dan fungsi
masing-masing bahasa itu disesuaikan dengan relevan dengan perubahan
konteksnya.
Dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa memiliki
fungsi otonomi masing-masing, sedangkan kode-kode yang lain yang terlibat dalam
peristiwa tutur itu hanya berupa serpihan-serpihan saja, tanpa fungsi atau
keotonomian sebagai sebuah kode Chaer and Agustina (1995:151). Dalam alih kode
setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu masih memiliki fungsi otonomi
masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan dengan sengaja dengan sebab-sebab
tertentu (fungsional).
- Beberapa faktor penyebab alih kode
Kalau menelusuri penyebab terjadinya alih kode kita harus
kembali ke pokok bahasan sosiolinguistik yang dikemukakan oleh Fishman
(1976) yaitu siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dan
dengan tujuan apa. Dalam berbagai kepustakaan linguistic secara umum penyebab
alih kode itu antara lain: (1) pembicara atau penutur,(2) pendengar atau lawan
tutur,(3) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga,(4) perubahan dari
formal ke informal atau sebaliknya,(5) perubahan topic pembicaraan.
Menurut Crystal (dalam Skiba, 1997:p 3-4), peralihan bahasa
satu ke bahasa lain dapat dikarenakan oleh hal berikut ini:
1.
Penutur tidak dapat mengungkapkan
sesuatu dalam bahasanya sehingga beralih ke bahasa lain.
2.
Penutur ingin mengungkapkan
solidaritas dengan kelompok sosial tertentu.
3.
Penutur ingin mengekspresikan
sikapnya kepada mitra tutur.
Senada dengan hal di atas, Wardaugh (1986:102) mengatakan
bahwa seorang penutur beralih dari variasi X ke variasi Y karena adanya
solidaritas dengan pendengarnya, pemilihan topik, dan jarak sosial. Adapun
Chaer dan Agustina (1995:143) menyimpulkan bahwa penyebab alih kode antara lain
penutur, mitra tutur, perubahan situasi karena adanya orang ketiga, perubahan
dari situasi formal ke informal, dan topik yang dibicarakan. Dari berbagai
pendapat tersebut,dapat disimpulkan bahwa munculnya alih kode dapat dipengaruhi
oleh para partisipan pembicaraan, perubahan situasi, perubahan topik, dan
solidaritas.
Para mahasiswa juga menguasai bahasa yang beragam pula,
tetapi mereka minimal bisa menggunakan bahasa melayu Pontianak dan bahasa Indonesia, dan beberapa di antaranya
menguasai bahasa asing lain seperti bahasa Inggris, Jepang, maupun Arab..
Alih kode eksternal Alih kode eksternal terjadi ketika penutur berganti bahasa
antara bahasa lokal ke bahasa asing. Alih kode ini banyak muncul ketika para
anggota beralih dari bahasa Indonesia atau melayu Pontianak ke bahasa Inggris, atau sebaliknya. Alih kode
situasional Alih kode situasional terjadi ketika para penutur menyadari bahwa
mereka berbicara dalam bahasa tertentu dalam suatu situasi dan bahasa lain
Faktor yang Memengaruhi Alih Kode Terdapat beberapa faktor
yang memengaruhi para mahasiswa untuk melakukan alih kode, antara lain:
1.
Partisipan pembicaraan Partisipan
pembicaraan atau penutur lain dapat memengaruhi terjadinya alih kode.
2.
Perubahan situasi Alih kode dapat
terjadi karena adanya perubahan situasi, karena hadirnya orang ketiga.
- Macam-macam alih kode
Menurut Soewito ada dua macam alih kode, yaitu alih kode
intern dan alih kode ekstern. Yang dimaksud alih kode intern adalah alih kode
yang berlangsung antar bahasa sendiri, seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa melayu
Pontianak, atau sebaliknya. Sedangkan alih
kode ekstern adalah alih kode yang terjadi antara bahasa sendiri(salah satu
bahasa atau ragam yang ada dalam verba repertoire masyarakat tuturnya) dengan
bahasa asing.
Wardaugh (1986:102-103) danHudson(1996:52-53)
- Metaforis Alih kode metaforis terjadi jika ada
pergantian topik (Wardaugh, 1986:103). Alih kode ini memiliki dimensi
afektif, yaitu kode berubah ketika situasinya berubah, misalnya formal ke
informal, resmi ke pribadi, maupun situasi serius ke situasi yang penuh
canda.
- Situasional Alih kode ini terjadi berdasarkan situasi
di mana para penutur menyadari bahwa mereka berbicara dalam bahasa
tertentu dalam suatu situasi dan bahasa lain dalam situasi yang lain
(Wardaugh, 1986:102-103). Tidak ada perubahan topik dalam alih kode
situasional.
Sebagai tambahan, menurut Hudson(1996:52), dalam alih kode
situasional pergantian ini selalu bertepatan dengan perubahan dari suatu
situasi eksternal (misalnya berbicara dengan anggota keluarga) ke situasi
eksternal lainnya (misalnya berbicara dengan tetangga).
Sedangkan
Hymes (dalam Rahardi, 2001:20) menyebutkan alih kode internal dan eksternal.
- Internal Alih kode internal adalah alih kode yang
terjadi yang terjadi antarbahasa daerah dalam suatu bahasa nasional,
antardialek dalam satu bahasa daerah, atau antara beberapa ragam dan gaya yang
terdapat dalam suatu dialek (Hymes dalam Rahardi, 2001:20).
- Eksternal Alih kode eksternal terjadi ketika penutur
beralih dari bahasa asalnya ke bahasa asing (Hymes dalam Rahardi,
2001:20), misalnya dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris atau
sebaliknya.
BAB
III
HASIL
PENELITIAN
Dalam hal ini penulis tertarik untuk
meneliti fenomena alih kode yang muncul pada percakapan yang terdapat
di dalam surat kabar Pontianak Post. Dalam percakapan tersebut para masyarakat sering melakukan alih kode (biasanya dalam bahasa melayu
Pontianak, bahasa
Indonesia). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjawab
pertanyaan berikut:
1.
Menunjukkan
jenis alih kode dan campur kode yang muncul
2.
Menjelaskan
faktor yang memengaruhi munculnya alih kode. Data Data diperoleh melalui metode
simak libat cakap, di mana peneliti juga berpartisipasi secara langsung dalam
pembicaraan.
Setiap kalimat dalam data diurutkan
untuk memudahkan analisis seperti dalam percakapan dibawah ini yang
menunjukkan terjadinya alih kode:
Data I:
P1 : pak, sertifikasi da caer
(pak, sertifikasi sudah cair)
P2 : haa.. aku belom
(haa.. aku belum)
adoh. Sedehnye gak. Yang laen dah dapat, aku
belom.
(adoh.
Sedihnya. Yang lain sudah dapat, aku belum)
Sertifikasi saye belom caer ke
pak?
(apakah sertifikasi saya balum cair pak?)
P1 : syaratnye dah lengkap belom?
(apakah syaratnya sudah lengkap atau belum?)
P2
: ooh, banyak ke syaratnye?
(ooh, apakah banyak syaratnya?)
P1
: alamak, kire dah lengkap. Masi beku lah die
(astaga, kira sudah lengkap. Masih beku lah
dia)
Percakapan
di atas dilakukan oleh dua orang yaitu P1 (pelaku 1) dan P2 (pelaku 2) dan
menggunakan bahasa Melayu Pontianak dan di jelaskan kembali dengan pembahasan
yang menggunaan bahasa Indonesia agar setiap pembaca yang tidak mengerti dengan
bahasa Melayu Pontianak dapat mengerti maksud dari percakapan tersebut. Dalam
percakapan di atas P1 dan P2 membahas tentang “syarat ikut sertifikasi” yang di
mulai P1 dengan memberitahukan sebuah informasi yaitu sertifikasi sudah cair
dan adanya umpan balik dari P2 kepada P1 dengan bertanya bagaimana membuat
sertifikasi cair.
Data II:
P1 : e.. eh
ngape pulak sampah bertumpok depan gang nih Dol?
(e..
eh mengapa sampah bertumpuk di depan gang Dol?)
P2 : ini
pasti kerjaan Wak
(Ini
pasti kerjaan Wak)
P1 : ngape
sampah tu cume ditumpok depan gang Wak?
(mengapa sampah itu hanya ditumpuk di depan
gang Wak?)
P3 : leteh aku nyapunye, banyak benar sampah
kitak tuh, buang sampah jangan sembaranganlah.
(letih aku menyapu, banyak sekali sampah
kalian itu, buang sampah jangan sembarangan lah).
Percakapan
di atas dikukan oleh tiga orang yaitu P1 (pelaku 1), P2 (pelaku 2), P3 (pelaku
3) dan menggunakan bahasa Melayu Pontianak dan di jelaskan kembali dengan
pembahasan yang menggunaan bahasa Indonesia agar setiap pembaca yang tidak
mengerti dengan bahasa Melayu Pontianak dapat mengerti maksud dari percakapan
tersebut. Dalam percakapan tersebut membahas tentang “penyapu jalan tumpuk
sampah sembarangan” yaitu tentang keluh resah warga yang hanya mengumpulkan
sampah tetapi tidak memungut dan membersihkannya.
Data III:
P1 : e..ehh
ade ape pulak ni?
Baru
gag kite ngerase jalan ni bagus dah ancor gini Jang?
(e..ehh ada apa ini?)
(baru
saja kita merasa jalan ini bagus dah hancur seperti ini?
P2: : ini
kerjaan PDAM belom selesai Wak, biar aek kite ni lancer
(ini
kerjaan PDAM belum selesai Wak, supaya air kita ini lancer)
P1 : oo
baguslah kalo gitu
(oo
baguslah kalu begitu)
Percakapan
di atas dilakukan oleh dua orang yaitu P1 (pelaku 1) dan P2 (pelaku 2) dan
menggunakan bahasa Melayu Pontianak dan di jelaskan kembali dengan pembahasan
yang menggunaan bahasa Indonesia agar setiap pembaca yang tidak mengerti dengan
bahasa Melayu Pontianak dapat mengerti maksud dari percakapan tersebut. Dalam
percakapan di atas P1 dan P2 tentang “galian PDAM rusak jalan” membahas jalan beton yang baru
beberapa bulan selesai yang merupakan
program kerja bapak walikota Sutarmidji juga ikut hancur untuk galian pipa.
Dapat di simpulan dari ketiga dialog
diatas yang menggunakan bahasa Melayu Pontianak terdapat adanya alih kode pada
saat setelah orang membaca percakapan yang menggunakan bahasa Melayu Pontianak
lalu membaca pembahasan yang menggunakan bahasa Indonesia, dan pada penelitian
ini terdapat bahasa Indonesia setelah bahasa Melayu Pontianak di dalam
percakapan yang ada di dalam surat kabar Pontianak Post.
BAB
IV
PENUTUP
A. Simpulan
Dalam
Percakapan di atas terdapat alih kode dengan percakapan berbahasa melayu Pontianak dan diartikan kedalam bahasa Indonesia. Dalam berbagai kepustakaan linguistic secara umum penyebab
alih kode itu antara lain: (1) pembicara atau penutur,(2) pendengar atau lawan
tutur,(3) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga,(4) perubahan dari
formal ke informal atau sebaliknya,(5) perubahan topic pembicaraan.
Menurut
Crystal (dalam Skiba, 1997:p 3-4), peralihan bahasa satu ke bahasa lain dapat
dikarenakan oleh hal berikut ini:
- Penutur
tidak dapat mengungkapkan sesuatu dalam bahasanya sehingga beralih ke
bahasa lain.
- Penutur
ingin mengungkapkan solidaritas dengan kelompok sosial tertentu.
- Penutur
ingin mengekspresikan sikapnya kepada mitra tutur.
Wardaugh
(1986:102) mengatakan bahwa seorang penutur beralih dari variasi X ke variasi Y
karena adanya solidaritas dengan pendengarnya, pemilihan topik, dan jarak
sosial. Adapun Chaer dan Agustina (1995:143) menyimpulkan bahwa penyebab alih
kode antara lain penutur, mitra tutur, perubahan situasi karena adanya orang
ketiga, perubahan dari situasi formal ke informal, dan topik yang dibicarakan.
- Saran
Mahasiswa harus sering melakukan
penelitian-penelitian, baik melalui tugas atau penelitian kreatif mahasiswa
sendiri dengan menambah wawasan tentang penggunaan bahasa di masyarakat. Selalu
mendengarkan percakapan ataupun membaa dialog yang ada di media seperti surat
kabar agar mengetahui adanya terjadi alih kode.
Daftar
Pustaka.
Apple, R. dkk. Sociolinguistiek, Het
Spectrum, Antwerpen/Utrecht,1976
Poedjosoedarmo, S. ,”Analisa Variasi
Bahasa “ dalam penataran dilektologi, Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa,Jakarta, 1976
REFERENSI Chaer, Abdul & Leonie
Agustina. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar.Jakarta: Rineka Cipta. Fasold,
Ralph. 1990