Senin, 08 Desember 2014

penelitian mini

Penelitian alih kode dalam surat kabar pontianak post
Penelitian Mini
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Oleh

Meri Wati
(511300209)



FAKULTAS BAHASA DAN SENI
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUPLIK INDONESIA
PONTIANAK
2014
BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bahasa adalah alat komunikasi verbal yang bersifat arbitrer, bahasa juga merupakan alat penghubung yang berupa symbol tertentu yang telah disepakati sehingga terjadi interaksi yang saling merespon satu dengan yang lain. Bahasa tidak bisa lepas dari kehidupan kita sehari-hari, manusia selalu melakukan kegiatan setiap hari dan untuk memperlancar kegiatan tersebut dibutuhkan sebuah komunikasi yang nantinya akan menghasilkan sebuah keuntungan bersama.
Setiap penutur mempunyai kemampuan komunikatif berupa kemampuan berbahasa serta kemampuan mengungkapkan sesuai dengan fungsi dan situasi serta norma-norma pemakain dalam kontek sosialnya. Di dalam kajian ilmu sosiolinguistik terdapat beberapa dimensi yang harus diperhatikan yaitu: identitas social penutur, identitas social pendengar, lingkungan social terjadinya tindak tutur, analisis sinkronik dan diakronik, penilaian social yang berbeda dari penutur, tingkatan variasi dan ragam linguistic.
Makalah ini di lihat pada surat kabar Pontianak Post jumat 12 September 2014 pada halaman 16, senin 27 January 2014 pada halaman 11, dan rabu 15 January 2014 pada halaman 11. Penelitian ini membahas tentang  “ alih kode data surat kabar Pontianak Post” yang terdapat dalam surat kabar Pontianak Post dan percakapan yang menggunakan bahasa Melayu Pontinak yang membahas tentang kejadian yang ada di kota Pontianak seperti “syarat ikut sertifikasi, penyapu jalan tumpuk sampah sembarangan, dan galian PDAM rusak jalan”.

B.     Fokus Penelitian
-          Masalah dan batasan masalah
  1. Bagaimana bentuk alih kode yang ada di dalam surat kabar Pontianak Post?
  2. Faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya alih kode?

C.    Tujuan Penelitian
  1. Mendeskripsikan bentuk alih kode yang ada di surat kabar Pontianak Post
  2. Mencari tahu faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya alih kode

D.    Manfaat Penelitian
  1. Mengetahui gaya bicara para masyarakat
  2. Bisa menyimpulkan dari percakapan tersebut adakah gejala alih kode atau tidak
BAB II
KAJIAN TEORI

  1. Analisis Percakapan
Tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa melayu Pontianak sangat mempengaruhi komunikasi sehari-hari, dikarenakan penutur merupakan kelompok masyarakat suku melayu Pontianak dan bahasa daerah atau bahasa nusantara akan selalu berdampingan dengan bahasaIndonesia.
Analisis percakapan adalah analisis yang sistematis tentang peristiwa berbicara yang dihasilkan dalam setiap situasi interaksi percakapan (talk-in-interaction). Analisis percakapan adalah kajian rekaman tentang percakapan dalam interaksi yang terjadi secara alamiah. Pada prinsipnya, analisis percakapan bertujuan untuk menemukan cara-cara partisipan mengerti dan menanggapi penuturan antara partisipan yang satu dengan yang lain dalam suatu giliran berbicara, dengan menitikberatkan pada urutan perilaku. Hal itu berarti analisis percakapan dapat menemukan langkah-langkah yang tidak dapat diduga sebelumnya dan kompetensi sosiolinguistik yang mendasari produksi dan interpretasi percakapan yang urutan interaksinya teratur (Hutchby dan Wooffitt, 1998).
Analisis percakapan adalah sebuah permulaan yang radikal dari bentuk-bentuk analisis yang diorientasikan secara linguistik pada produksi tuturan dan khususnya perolehan pengertian yang tidak hanya dilihat pada struktur bahasa tetapi yang pertama dan utama adalah sebagai sebuah penyelesaian sosial yang praktis. Hal itu berarti kata-kata yang digunakan pada saat berbicara tidak dikaji sebagai kesatuan-kesatuan semantik, tetapi sebagai hasil atau tujuan yang dibentuk dan digunakan dalam batasan aktivitas-aktivitas perundingan dalam berbicara, seperti salam, sapaan, keluhan, dan sebagainya.
Dengan percakapan, penutur menunjukkan urutan-urutan berikutnya dari sebuah pemahaman yang dibicarakan sebelumnya. Hal itu akan dapat menunjukkan hal-hal utama yang dikehendaki ataupun tidak dikehendaki oleh penutur. Langkah-langkah tersebut disebut sebagai langkah-langkah pembuktian giliran berikutnya (next-turn proof procedure). Langkah-langkah tersebut menjadi alat dasar dalam analisis percakapan untuk menjamin bahwa analisis benar-benar didasarkan pada kelengkapan percakapan sebagai orientasi partisipan dalam menyelesaikan percakapannya, bukan semata-mata didasarkan pada asumsi analis.
Urutan-urutan tuturan dalam sebuah percakapan akan memberikan kepastian informasi yang dikehendaki oleh partisipan dengan adanya pasangan tuturan yang berdekatan (adjacency pair). Pasangan tuturan yang berdekatan ini akan mempertegas langkah-langkah pembuktian terhadap cara-cara partisipan memahami dan membuat pengertian tentang tuturan yang ada.
Langkah-langkah pembuktian itu didasarkan pada tiga hal penting tentang peristiwa percakapan adalah sebagai berikut:
a)      tuturan dapat dipandang sebagai tujuan penutur untuk menggunakannya bagi penyelesaian sesuatu yang khusus dalam berinteraksi dengan yang lain daripada hanya sekedar mendengar.
b)      tuturan terjadi dalam konteks khusus yang memerlukan jawaban-jawaban metodis. Karakteristik metodis berbicara selalu ditujukan pada detail-detail interaksi dan konteks urutan dalam percakapan yang dihasilkan yang biasa disebut dengan tindak tutur
c)      analisis percakapan merupakan sebuah metode ilmiah sosial. Hal itu didasarkan pada pandangan bahwa suatu percakapan dalam interaksi terdiri atas hubungan sebab-akibat yang menggunakan variabel-variabel linguistik yang dipengaruhi oleh variabel-variabel sosial (Hutchby dan Wooffitt, 1998:21).

  1. Proses terjadinya alih kode
  1. Pengertian alih kode
Menutut Apple(1976:79) mendefinisikan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Menurut Hymes(1875:103) menyatakan alih kode hanya terjadi antar bahasa, tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Namun karena di dalam suatu kode terdapat berbagai kemungkinan variasi(baik variasi resional, variasi kelas social, ragam, gaya atau register) maka peristiwa alih kode mungkin berwujud alih varian, alih ragam, alih gaya atau alih register. Peralihan juga dapat diamati lewat tingkat-tingkat tatabunyi, tatakata, tatabentuk, tata kalilmat, maupun tatawacananya.
Latar Belakang Hidup di dalam masyarakat dwibahasa (atau multibahasa) membuat orang Indonesia mampu berbicara dalam setidaknya dua bahasa. Mereka dapat menggunakan paling tidak bahasa daerahnya (yang biasanya merupakan bahasa ibu) dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Karena pengaruh globalisasi dan masuknya budaya asing, saat ini bahkan banyak sekali orang yang mampu berkomunikasi dengan lebih dari bahasa satu bahasa asing. Penguasaan beberapa bahasa mendorong orang-orang menggunakan berbagai bahasa tersebut dalam situasi dan tujuan yang berbeda. Karena inilah fenomena alih kode (code switching) dan campur kode (code mixing) tidak dapat dihindari. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Umar dan Napitupulu (1994:13), bahwa alih kode merupakan aspek ketergantungan bahasa dalam suatu masyarakat dwibahasa. Hampir tidak mungkin bagi seorang penutur dalam masyarakat dwibahasa untuk menggunakan satu bahasa saja tanpa terpengaruh bahasa lain yang sebenarnya memang sudah ada dalam diri penutur itu, meskipun hanya sejumlah kosa kata saja. Alih kode dapat terjadi di berbagai situasi dan tempat.
Landasan Teori Alih kode merupakan hal yang dibahas dalam sosiolinguistik. Sosiolinguistik mempelajari bahasa dengan mempertimbangkan hubungan antara bahasa dan masyarakat penutur bahasa tersebut (Rahardi, 2001:12- 13). Orang-orang akan akan berkomunikasi menggunakan bahasa atau kode tertentu berdasarkan siapa yang mereka ajak bicara dan dalam situasi yang seperti apa serta tujuan apa yang ingin mereka peroleh melalui penggunaan kode tersebut. Hal ini sejalan dengan pernyataan Fishman, “who speaks (or write) what language (or what language variety), to whom and when, and to what end?” (dalam Wardaugh, 1986:16). Selain itu, pemilihan kode yang sesuai untuk situasi tertentu juga dipengaruhi oleh komponen tutur yang disingkat sebagai SPEAKING, yang diungkapkan oleh Dell Hymes (dalam Fasold, 1990:44-46). Komponen tutur ini terdiri atas Situation (tempat dan waktu terjadinya tuturan), Participants (peserta tutur), Ends (tujuan), Act sequences (pokok tuturan), Keys (nada tutur), Instrumentalities (sarana tutur), Norms (norma tutur), dan Genre (kategori)kebahasaan yang sedang dituturkan). Alih kode merupakan salah satu akibat adanya kontak bahasa. Kontak bahasa terjadi ketika dua bahasa atau lebih digunakan oleh penutur yang sama (Suwito dalam Rahardi, 2001:17). Kontak bahasa ini akan memengaruhi salah satu bahasa yang digunakan penutur, dan hal ini terlihat dari adanya beberapa leksikon pinjaman dari salah satu bahasa tersebut.
Kode adalah suatu sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya mempunyai ciri-ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan lawan bicara, dan situasi tutur yang adalasi penutur dengan lawan bicara, dan situasi tutur yang ada. Sementara Sumarsono dan Pertana (2002:201) mengatakan bahwa kode merupakan bentuk netral yang mengacu pada bahasa, dialek, sosiolek, atau variasi bahasa. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Tanner (dalam Pride & Holmes ed., 1972:126) bahwa kode mencakup bahasa dan perbedaan intrabahasa yang disebut variasi (tingkat tutur, dialek, dan ragam). Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kode mencakup bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dan variasi bahasa tersebut, termasuk dialek, tingkat tutur, dan ragam. Dengan kata lain, kode adalah sistem yang digunakan seseorang untuk berkomunikasi dengan mitra tuturnya .(Rahardi ,2001:21) mengatakan bahwa alih kode adalah penggunaan altenatif dari dua variasi atau lebih dari bahasa yang sama atau dalam suatu masyarakat dwibahasa. Sementara itu,Crystal (dalam Skiba, 1997 hal. 2) mengatakan bahwa peralihan kode atau bahasa terjadi ketika seorang dwibahasawan saling bergantian menggunakan dua bahasa selama dia berbicara dengan dwibahasawan lain. Chaer dan Agustina (1995:141) menambahkan bahwa alih kode adalah ”peristiwa pergantian bahasa…atau berubahnya dari ragam santai menjadi ragam resmi, atau juga ragam resmi ke ragam santai….” Jadi dalam alih kode, pemakaian dua bahasa atau lebih ditandai oleh kenyataan bahwa masing-masing bahasa masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya, dan fungsi masing-masing bahasa itu disesuaikan dengan relevan dengan perubahan konteksnya.
Dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa memiliki fungsi otonomi masing-masing, sedangkan kode-kode yang lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanya berupa serpihan-serpihan saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode Chaer and Agustina (1995:151). Dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu masih memiliki fungsi otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan dengan sengaja dengan sebab-sebab tertentu (fungsional).



  1. Beberapa faktor penyebab alih kode
Kalau menelusuri penyebab terjadinya alih kode kita harus kembali ke pokok bahasan sosiolinguistik yang dikemukakan  oleh Fishman (1976) yaitu siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dan dengan tujuan apa. Dalam berbagai kepustakaan linguistic secara umum penyebab alih kode itu antara lain: (1) pembicara atau penutur,(2) pendengar atau lawan tutur,(3) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga,(4) perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya,(5) perubahan topic pembicaraan.
Menurut Crystal (dalam Skiba, 1997:p 3-4), peralihan bahasa satu ke bahasa lain dapat dikarenakan oleh hal berikut ini:
1.      Penutur tidak dapat mengungkapkan sesuatu dalam bahasanya sehingga beralih ke bahasa lain.
2.      Penutur ingin mengungkapkan solidaritas dengan kelompok sosial tertentu.
3.      Penutur ingin mengekspresikan sikapnya kepada mitra tutur.
Senada dengan hal di atas, Wardaugh (1986:102) mengatakan bahwa seorang penutur beralih dari variasi X ke variasi Y karena adanya solidaritas dengan pendengarnya, pemilihan topik, dan jarak sosial. Adapun Chaer dan Agustina (1995:143) menyimpulkan bahwa penyebab alih kode antara lain penutur, mitra tutur, perubahan situasi karena adanya orang ketiga, perubahan dari situasi formal ke informal, dan topik yang dibicarakan. Dari berbagai pendapat tersebut,dapat disimpulkan bahwa munculnya alih kode dapat dipengaruhi oleh para partisipan pembicaraan, perubahan situasi, perubahan topik, dan solidaritas.
Para mahasiswa juga menguasai bahasa yang beragam pula, tetapi mereka minimal bisa menggunakan bahasa melayu Pontianak dan bahasa Indonesia, dan beberapa di antaranya menguasai bahasa asing lain seperti bahasa Inggris, Jepang, maupun Arab..  Alih kode eksternal Alih kode eksternal terjadi ketika penutur berganti bahasa antara bahasa lokal ke bahasa asing. Alih kode ini banyak muncul ketika para anggota beralih dari bahasa Indonesia atau melayu Pontianak ke bahasa Inggris, atau sebaliknya.  Alih kode situasional Alih kode situasional terjadi ketika para penutur menyadari bahwa mereka berbicara dalam bahasa tertentu dalam suatu situasi dan bahasa lain
Faktor yang Memengaruhi Alih Kode Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi para mahasiswa untuk melakukan alih kode, antara lain:
1.      Partisipan pembicaraan Partisipan pembicaraan atau penutur lain dapat memengaruhi terjadinya alih kode.
2.      Perubahan situasi Alih kode dapat terjadi karena adanya perubahan situasi, karena hadirnya orang ketiga.
  1. Macam-macam alih kode
Menurut Soewito ada dua macam alih kode, yaitu alih kode intern dan alih kode ekstern. Yang dimaksud alih kode intern adalah alih kode yang berlangsung antar bahasa sendiri, seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa melayu Pontianak, atau sebaliknya. Sedangkan alih kode ekstern adalah alih kode yang terjadi antara bahasa sendiri(salah satu bahasa atau ragam yang ada dalam verba repertoire masyarakat tuturnya) dengan bahasa asing.
Wardaugh (1986:102-103) danHudson(1996:52-53)
  1. Metaforis Alih kode metaforis terjadi jika ada pergantian topik (Wardaugh, 1986:103). Alih kode ini memiliki dimensi afektif, yaitu kode berubah ketika situasinya berubah, misalnya formal ke informal, resmi ke pribadi, maupun situasi serius ke situasi yang penuh canda.
  2. Situasional Alih kode ini terjadi berdasarkan situasi di mana para penutur menyadari bahwa mereka berbicara dalam bahasa tertentu dalam suatu situasi dan bahasa lain dalam situasi yang lain (Wardaugh, 1986:102-103). Tidak ada perubahan topik dalam alih kode situasional.
Sebagai tambahan, menurut Hudson(1996:52), dalam alih kode situasional pergantian ini selalu bertepatan dengan perubahan dari suatu situasi eksternal (misalnya berbicara dengan anggota keluarga) ke situasi eksternal lainnya (misalnya berbicara dengan tetangga).
Sedangkan Hymes (dalam Rahardi, 2001:20) menyebutkan alih kode internal dan eksternal.
  1. Internal Alih kode internal adalah alih kode yang terjadi yang terjadi antarbahasa daerah dalam suatu bahasa nasional, antardialek dalam satu bahasa daerah, atau antara beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam suatu dialek (Hymes dalam Rahardi, 2001:20).
  2. Eksternal Alih kode eksternal terjadi ketika penutur beralih dari bahasa asalnya ke bahasa asing (Hymes dalam Rahardi, 2001:20), misalnya dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris atau sebaliknya.











BAB III
HASIL PENELITIAN
Dalam hal ini penulis tertarik untuk meneliti fenomena alih kode yang muncul pada percakapan yang terdapat di dalam surat kabar Pontianak Post. Dalam percakapan tersebut para masyarakat sering melakukan alih kode (biasanya dalam bahasa melayu Pontianak, bahasa Indonesia). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan berikut:
1.      Menunjukkan jenis alih kode dan campur kode yang muncul
2.      Menjelaskan faktor yang memengaruhi munculnya alih kode. Data Data diperoleh melalui metode simak libat cakap, di mana peneliti juga berpartisipasi secara langsung dalam pembicaraan.
Setiap kalimat dalam data diurutkan untuk memudahkan analisis seperti dalam  percakapan dibawah ini yang menunjukkan terjadinya alih kode:
Data I:
P1          : pak, sertifikasi da caer
                (pak, sertifikasi sudah cair)
P2          : haa.. aku belom
                 (haa.. aku belum)
  adoh. Sedehnye gak. Yang laen dah dapat, aku belom.
                 (adoh. Sedihnya. Yang lain sudah dapat, aku belum)
                  Sertifikasi saye belom caer ke pak?
                 (apakah sertifikasi saya balum cair pak?)
P1          : syaratnye dah lengkap belom?
                  (apakah syaratnya sudah lengkap atau belum?)
P2            : ooh, banyak ke syaratnye?
                 (ooh, apakah banyak syaratnya?)
P1            : alamak, kire dah lengkap. Masi beku lah die
                 (astaga, kira sudah lengkap. Masih beku lah dia)
Percakapan di atas dilakukan oleh dua orang yaitu P1 (pelaku 1) dan P2 (pelaku 2) dan menggunakan bahasa Melayu Pontianak dan di jelaskan kembali dengan pembahasan yang menggunaan bahasa Indonesia agar setiap pembaca yang tidak mengerti dengan bahasa Melayu Pontianak dapat mengerti maksud dari percakapan tersebut. Dalam percakapan di atas P1 dan P2 membahas tentang “syarat ikut sertifikasi” yang di mulai P1 dengan memberitahukan sebuah informasi yaitu sertifikasi sudah cair dan adanya umpan balik dari P2 kepada P1 dengan bertanya bagaimana membuat sertifikasi cair.

Data II:
            P1        : e.. eh ngape pulak sampah bertumpok depan gang nih Dol?
                         (e.. eh mengapa sampah bertumpuk di depan gang Dol?)
            P2        : ini pasti kerjaan Wak
                         (Ini pasti kerjaan Wak)
            P1        : ngape sampah tu cume ditumpok depan gang Wak?
                        (mengapa sampah itu hanya ditumpuk di depan gang Wak?)
P3        : leteh aku nyapunye, banyak benar sampah kitak tuh, buang sampah jangan sembaranganlah.
             (letih aku menyapu, banyak sekali sampah kalian itu, buang sampah jangan sembarangan lah).
Percakapan di atas dikukan oleh tiga orang yaitu P1 (pelaku 1), P2 (pelaku 2), P3 (pelaku 3) dan menggunakan bahasa Melayu Pontianak dan di jelaskan kembali dengan pembahasan yang menggunaan bahasa Indonesia agar setiap pembaca yang tidak mengerti dengan bahasa Melayu Pontianak dapat mengerti maksud dari percakapan tersebut. Dalam percakapan tersebut membahas tentang “penyapu jalan tumpuk sampah sembarangan” yaitu tentang keluh resah warga yang hanya mengumpulkan sampah tetapi tidak memungut dan membersihkannya.

Data III:
            P1        : e..ehh ade ape pulak ni?
                         Baru gag kite ngerase jalan ni bagus dah ancor gini Jang?
                         (e..ehh ada apa ini?)
                         (baru saja kita merasa jalan ini bagus dah hancur seperti ini?
            P2:       : ini kerjaan PDAM belom selesai Wak, biar aek kite ni lancer
                         (ini kerjaan PDAM belum selesai Wak, supaya air kita ini lancer)
            P1        : oo baguslah kalo gitu
                         (oo baguslah kalu begitu)
Percakapan di atas dilakukan oleh dua orang yaitu P1 (pelaku 1) dan P2 (pelaku 2) dan menggunakan bahasa Melayu Pontianak dan di jelaskan kembali dengan pembahasan yang menggunaan bahasa Indonesia agar setiap pembaca yang tidak mengerti dengan bahasa Melayu Pontianak dapat mengerti maksud dari percakapan tersebut. Dalam percakapan di atas P1 dan P2 tentang “galian PDAM rusak jalan” membahas jalan beton yang baru beberapa bulan selesai  yang merupakan program kerja bapak walikota Sutarmidji juga ikut hancur untuk galian pipa.

Dapat di simpulan dari ketiga dialog diatas yang menggunakan bahasa Melayu Pontianak terdapat adanya alih kode pada saat setelah orang membaca percakapan yang menggunakan bahasa Melayu Pontianak lalu membaca pembahasan yang menggunakan bahasa Indonesia, dan pada penelitian ini terdapat bahasa Indonesia setelah bahasa Melayu Pontianak di dalam percakapan yang ada di dalam surat kabar Pontianak Post.



















BAB IV
PENUTUP

A.    Simpulan
Dalam Percakapan di atas terdapat alih kode dengan percakapan berbahasa melayu Pontianak dan diartikan kedalam bahasa Indonesia. Dalam berbagai kepustakaan linguistic secara umum penyebab alih kode itu antara lain: (1) pembicara atau penutur,(2) pendengar atau lawan tutur,(3) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga,(4) perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya,(5) perubahan topic pembicaraan.
Menurut Crystal (dalam Skiba, 1997:p 3-4), peralihan bahasa satu ke bahasa lain dapat dikarenakan oleh hal berikut ini:
  1. Penutur tidak dapat mengungkapkan sesuatu dalam bahasanya sehingga beralih ke bahasa lain.
  2. Penutur ingin mengungkapkan solidaritas dengan kelompok sosial tertentu.
  3. Penutur ingin mengekspresikan sikapnya kepada mitra tutur.
Wardaugh (1986:102) mengatakan bahwa seorang penutur beralih dari variasi X ke variasi Y karena adanya solidaritas dengan pendengarnya, pemilihan topik, dan jarak sosial. Adapun Chaer dan Agustina (1995:143) menyimpulkan bahwa penyebab alih kode antara lain penutur, mitra tutur, perubahan situasi karena adanya orang ketiga, perubahan dari situasi formal ke informal, dan topik yang dibicarakan.
  1. Saran
Mahasiswa harus sering melakukan penelitian-penelitian, baik melalui tugas atau penelitian kreatif mahasiswa sendiri dengan menambah wawasan tentang penggunaan bahasa di masyarakat. Selalu mendengarkan percakapan ataupun membaa dialog yang ada di media seperti surat kabar agar mengetahui adanya terjadi alih kode.










Daftar Pustaka.

Apple, R. dkk. Sociolinguistiek, Het Spectrum, Antwerpen/Utrecht,1976
Poedjosoedarmo, S. ,”Analisa Variasi Bahasa “ dalam penataran dilektologi, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,Jakarta, 1976
REFERENSI Chaer, Abdul & Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar.Jakarta: Rineka Cipta. Fasold, Ralph. 1990


Tidak ada komentar:

Posting Komentar