Kamis, 29 Januari 2015

1.       Anak kude makan rumput
Lalu di bawak sepasang celane
Waktu mudak ilmu di tuntut
Udah tue tantu begune

(anak kuda makan rumput)
(lalu di bawa sepasang celana)
(waktu muda ilmu di tuntut)
(sudah tua tentu berguna)

2.       Buah kelapak di tabok tupai
Buah banyak belabik belampar
Kerne bapak hajatnye dah sampai
Di silekan dudok di atas tikar

(buah kelapa di lubangi tupai)
(buah banyak jatuh berhamparan)
(karena bapak hajatnya sudah sampai)
(di persilakan duduk di atas tikar)

3.       Pinang kote mari jullokkan
Mari di taroh  di dalam talam
Seballom kate saye ucapkan
Labeh dolok terimak salam

(pinang kota tolong julukan)
(tolong di simpan di dalam talam)
(sebelum kata saya ucapkan)
(lebih dulu terima salam)

4.       Paik paik perie paik
Masokkan ke dalam gantang
Naik lah naik saudare naik
Kamek ucapkankan slamat datang

(pait pait perie pait)
(Masukkan ke dalam keranjang)
(Naik lah naik saudara naik)
(kami ucapkan selamat datang)



5.       Bigek kantang buah ceramai
Buah peranggi di karat karat
Kamek datang memang dah beramai
Rase nak paggi karene carat

(biji kentang buah ceremai)
(buah perenggi di potong-potong)
(kami datang memang lah ramai
(rasa ingin ikut karena mau)

 Carat = kemauan hati atau niat hati

6.       Anak karrak di batang nyantok
Makan keladi di pungkak abek
Usah nak jarrak kitak ke sitok
Kalau sudi datang lah agek

(anak kera di pohon nyantok)
(makan keladi di ujung bambu)
(jangan lah sungkan kalian ke sini)
(jika sudi datang lah lagi)

7.       Nasek arok
Gulai keladi
Daan knak sarok
Adekan dah paggi

(nasi goreng)
(sayur keladi)
(tidak di undang)
(langsung saja pergi)

8.       Bigek lampuyang di dalam guni
Cobe di simpan di dalam tampat
Pun dah sayang dengan bini
Ape yang di maok tantu dapat

(biji lampuyang di dalam karung)
(coba di simpan di dalam tempat)
(kalau sudah sayang dengan istri)
(apa yang di mau pasti dapat)

9.       Batang ingkaik melilik rawe
Tampat pak ude nube ikan
Kalau lah baik dengan mertue
Tanah pusake dapat bagian

(batang ingkaik melilit rawa)
(tempat pak ude ngambil ikan)
(kalau lah baik dengan mertua)
(tanah pusaka dapat bagaian)

Batang ingkaik = sebuah nama tumbihan yang hidup di tempat berair
Pak ude = panggilan untuk anak ke tiga

10.   Urang utan di dalamnye udas
Lintas jerame’ jalannye merangka’
Kalau lah utan ballom di rattas
Ijinkan kamek nak membuka’

(orang hutan di dalam hutan)
(lewat jerami jalannya merangka)
(jika hutan belum di lapangi)
(ijinkan kami membukanya)

11.   Kalau lah rase nak naik pelampong
Pakai celane bekaing sutre
Kalau lah baik dengan urang kampong
Kemane-mane pun urang suke

(jika ingin naik pelampung)
(pakai celana berkain sutera)
(jika baik dengan orang kampong)
(kemana-mana pun orang suka)

12.   Anak kara’ di batang nyatok
Die turun ke rampo’ ingkaik
Indak kan jara’ kamek ke sitok
Barrang di sito’ urangnye rate baik

(anak kera di pohon nyatok)
(dia turun ke hutan ingkaik)
(tidak akan jera kami ke sini)
(karena di sini orang nya semua baik)


13.   Burong layang hinggap di batu
Buah gattah belabik di tanah
Sayang-sayang dengan menantu
Supaye battah di dalam rumah

(burung layang hinggap di batu)
(buah getah jatuh di tanah)
(sayang-sayang dengan menantu)
(supaya betah di dalam rumah)

14.   Gatal gatal gulai sulor keladi
Daan gatal pun di barrek pinang
Datang datang bukan sembarang datang
Kamek datang nak meminang

(gatal-gatal sayur sulur keladi)
(tidak akan gatal kalau di tambah pinang)
(datang-datang bukan sembarang datang)
(kami datang ingin meminang)

15.   Bulat bulat buah pinang
Bassar age asam battok
Jaoh jaoh kamek minang
Di terimak ke daan tok

(bulat-bulat buah pinang)
(besar lagi mangga battok)
(jauh-jauh kami minang)
(diterima atau tidak ini)

16.   parang badok di ansah ke batu
di pakai kan untok nabang
carekan cantek anak mak usu
dalam ati tebayang-bayang

(pedang badok di tajamkan menggunakan batu)
(di pakai untuk menebang)
(cantik sekali anak mak usu)
(dalam hati terbayang-bayang)
Mak usu = panggilan untuk anak yang terakhir
17.   kura’-kura’ dalam perau
di ambek pakai abe’
pura’-pura’ daan tau
udah tau betanya’ age’

(kura-kura dalam perahu)
(di ambil menggunakn bambu)
(pura-pura tidak tahu)
(sudah tahu bertanya lagi)

18.   pagi ari paggi ke umme
balik nye bawak ire’-ire’
makngah ye lah base saye
di panggel urang dari ge’ mare’

(pagi hari pergi ke sawah)
(pulang nya membawa siput)
(makngah itu lah panggilan saya)
(di panggil orang dari jaman dulu)

Makngah = panggilan untuk anak ke dua

19.   dua’ ige’ kelapa’ tengkalok kuning
paling nyaman di gulai lamak
kalau memang lamaran tok dari pak uning
dangan sanang ati saye terimak

(dua biji kelapa muda kuning)
(paling enak di sayur lemak)
(jika memang lamaran ini dari pak uning)
(dengan senang hati saya terima)

Tengkalok = buah kelapa yang belum ada isinya
Pakuning = panggilan untuk anak ke empat

20.   paling nyaman makan semangke ballah
paling suke agek pun di barrek sekarong
bukan nagek julor padat kepala’ kakngah
care suke nak di lamar lah banglong

(paling enak makan semanggka di belah)
(paling suka lagi kalau di beri sekarung)
(bukan main keluar masuk kepala kakngah)
(senang sekali di lamar banglong)

Kakngah  = panggilan untuk anak ke dua
Banglong = panggilan untuk anak pertama























BIODATA NARASUMBER



NAMA                                                  : H. SUAHARMAN
TTL                                                         : SUI. NILAM  15 MARET 1958 (57 TAHUN)
TEMPAT TINGGAL/ ASAL              : DESA SUI. NILAM, KEC.JAWAI, KABUPATEN SAMBAS
PEKERJAAN                                        : TANI

SUKU                                                    : MELAYU ASLI SAMBAS
TUGAS MENULIS KREATIF
JURNAL PENELITIAN ANALISIS RELASI MAKNA ADJEKTIVA DASAR DALAM BAHASA MELAYU DIALEK SAMBAS

DOSEN PENGAMPU: ADISTI PRIMI WULAN, MPD.

OLEH:
MERI WATI
511300209



Abtract
This reseach foccused on the field of semantics, in order of describe the See verb meaning field in Sambas dialect o Malay languege.
The merhod used in this reseach are the words contain verb see in SDML field. Source of data in this research is SDML spoken by thr informant in Sentebang village, subdistrict o Jawai, in Sambas Regency. The techniques of data colleting are observasion, involvement, competent, and stimulation teniques. Prosedres and tecniques o data analysis are transription, translition, data classification, data analysis, and conclusion. Based on data analysis, it was found 27 leksem verb see in SDML wih has a field of meaning, is the components of meaning. Meaning types, and funtion semantic.

Key Word: Field Meaning, Verb, See
Abstrak
Penelitian ini difokuskan pada bidang semantik, dengan tujuan untuk mendeskripsikan medan makna verbal melihat Bahasa Melayu Sambas (BMS). Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan bentuk penelitian kualitatif. Data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan kalimat yang mengandung medan makna verba melihat BMS yang dituturkan oleh informan di Desa Sentebang, Keamatan Jawai, Kabupaten Sambas. Teknik pengumpulan data adalah simak dan teknik cakap. Prosedur dan teknik analisis data berupa transkipsi, penerjemahan, klasifikasi data, analisis data, dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan analisis data ditemukan 27 laksem verba melihat dalam BDS yang memiliki medan makna, komponen makna dan fungsi semantis.
Kata kunci: medan makna, verba, melihat.

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Bahasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahasa merupakam alat yang digunakan manusia untuk mengungkapkan pikiran, perasaan dan kehendak sehingga terjadi komunikasi dan interaksi dalam kehidupan masyarakat. Melihat pentingnya bahasa, tidak mungkin manusia dapat dipisahkan dari suatu bahasa dalam kehidupan seari-hari dengan berbagai perbuatannya bahkan tidak terlalu berlebihan dinyatakan bahwa apabila tanpa bahasa manusia tidak dapat mewujudkan segala pikiran dan perasaannya.
Dalam wilayah NKRI selain bahasa indonesia sebagai bahasa nasional, terdapat berbagai jenis bahasa daerah yang menerminkan keanekaragaman bangsa Indonesia yang merupakan peninggalan budaya dari nenek moyang bahasa mereka. Dalam rangka pembinaan dan pemeliharaan bahsa daerah, berbagai usaha telah dilakukan yaitu dengan penelitian terhadap bahasa daerah tersebut. Hal ini dilakukan dengan kesadaran bahasa fungsi bahasa daerah sangat penting dalam masyarakat Indonesia dan dapat disumbangkan bagi perkembangan bahasa Indonesia.
Bahasa melayu dialek Sambas (BMDS) merupakan sebuah alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Sambas dam Kotamadya Singkawang bahasa tersebut masih dipakai dan dipelihara oleh mayarakat penuturnya, fungsi bahasa melayu dialek Sambas mempunyai kesamaan dengan fungsi bahasa-bahasa daerah lainnya, yaitu sebagai lambang kebanggaan daerah, lambang identitas daerah, dan alat penghubung di dalam penghubung di dalam keluarga dan masyarakat daerah.
Pada kesempatan kali ini, peneliti akan meneliti bahasa melayu dialek bahasa Sambas khususnya tentang adjektiva atau kata sifat untuk mengetahui relasi maknanya. Adapun alasan peneliti memilih adjektiva sebagai objek adalah sebagai berikut:
a)      Relasi makna adjektiva bahasa melayu dialek sambas sebagai tugas mata kuliah menulis kreatif.
b)      Akjektia dalam bahasa melayu dialek sambas memiliki kemiripan dengan adjektiva dalam bahasa indonesia.
c)      Untuk mengangkat keberadaan bahasa ini kehadapan masyarakat khususnya Kalimantan Barat. Hal tersebut dikarenakan sampai saat ini belum ada informasi lengkap yang diperlukan dalam rangka pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia, serta pemeliharaan bahasa daerah. Mengingat banyaknya kaca mata serta luasnya wilayah Kabupaten Sambas. Maka penelitian ini di lakukan di Kecamatan Jawai. Sehubung dengan itu, data yang digunakan dalam penelitian bahasa melayu dialek Sambas, yang bevariasi Keamatan Jawai.

Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan Desa Sentebang, Kecamatan Jawai sebagai pengambilan data. Alasan peneliti memilih Desa Sentebang antara lain: pertama, di desa tersebut belum pernah dilakukan penelitian terhadap bahasa dari aspek apapun. Kedua: mayoritas penduduknya adalah suku melayu.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembanding relasi makna kata dalam BMDS dengan relasi makna adjektiva dasar dalam bahasa indonesia dan bahasa melayu yang ada di Kalimantan Barat jika dikaitkan dengan pengajaran, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terutama sebagai bahan pembandingan dalam pengajaran relasi makna adjektiva dasar yang ada di SD, SMP, dan SMA.




B.     Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan sebelumnya, maka masalah umum dalam penelitian ini adalah bagaimana relasi makna adjektiva dalam bahasa melayu Sambas.
Masalah umum tesebut selanjutnua dibatasi pada submasalah berikut.

1.      Bagaimana relasi makna antonim adjektiva dasar dalam BMDS?
2.      Bagaimana relasi makna sinonim adjektia dasar dalam BMDS?
3.      Bagaiman relasi makna hiponom adjektiva dasar dalam BMDS?
4.      Bagaimana relasi polisemi adjektia dasar dalam BMDS?
5.      Bagaimana relasi homonim adjekti dasar dalam BMDS?

C.    Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin diapai dalam penelitian ini sebagai berikut.

1.      Pendeskripsian relasi makna antonimadjektiva dasar dalam BMDS
2.      Pendeskripsian relasi makna sinonim adjektiva dasar dalam BMDS
3.      Pendeskripsian relasi makna hiponim adjektiva dasar dalam BMDS
4.      Pendeskripsian relasi makna polisemi adjektiva dasar dalam BMDS
5.      Pendeskripsian relasi makna homonim adjektiva dasar dalam BMDS

D.    Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yaitu dapat membantu pembaca memahami aspek relasi makna adjektiva dasar dalam BMDS. Hasil penelitian ini juga bisa dijadikan bacaan untuk rujukan untuk penelitian bahasa yang berbeda, khususnya tentang aspek relasi makna adjektiva dasar
Penjelasan istilah.

Dalam penelitian ini, beberapa istilah perlu dijelaskan agar tidak terjadi salah pengertian antara penulis dan pembaca.

a)      Relasi makna
Menurut Chaer (1994:82) relasi makna adalah hubungan kemaknaan atau relasi semantic antara sebuah kata ataupun bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi.
b)      Adjektiva
Bedasarkan KBBI adjektiva dalam ilmu linguistik adalah kata yang memberikan keterangan pada nomina atau kata benda, yang umumnya bisa digabungkan dengan kata “sangat” atau “lebih” dari pengertian diatas adjektiva diartikan sebagai kata keterangan atau kata sifat, kata yang menerangkan kata sifat suatu benda.
Bahasa melayu dialek Sambas (BMDS) adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat melayu Sambas  yang bertempat tinggal di Kabupaten Sambas.
Relasi makna: sinonim menurut Soedjito (199:76) ialah dua kata atau lebih yang memiliki makna yang sama memiliki makna yang sama atau hampir sama. Antonim menurut Chaer (1994:88) kata antonim berasal dari kata Yunani kuno yaitu anoma yang artinya nama dan anti artinya melawan. Makana secara harfiah antonim berarti nama lain untuk benda lain pula. Hiponim menurut Chaer (1994:98) kata hiponim berasal dari bhasa Yunani kuno, yaitu onoma berarti nama dan hypo brarti dibawah. Jadi secara harfiah berarti nama yang di bawah nama lain. Polisemi adalah relasi makna suatu kata yang memiliki makna yang lebih dari satu kata yang memiliki makna yang berbeda-beda tetapi masih dalam aluran arti (Prawirusumantri dalam Pradila 2007:12). Homonim menurut Chaer (1994:93) berpendapat bahwa homonim berasal dari kata yunani kuno onoma yang berarti nama dan homo berarti sama. Secara harfiah homonim dapat diartikan sebagai nama sama untuk benda atau hal lain.

E.     Metode Penelitian

Metode yag digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini memberikan gambaran secara rinci tentang adjektiva. metode deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah dengan cara menggambarkan atau mengungkapakan subjek atau objek yang di teliti secara apa adanya, artinya sesuai dengan fakta pada saat penelitian itu dilakukan.

F.     Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuualitatif. Penelitian kualitatif merupakan bentuk penelitian yang menggabarkan suatu keadaan dengan uraian.

G.    Sumber Data Dan Data

a.       Sumber data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tidakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dal lain-lain. Berkaitan dengan hal tersebut sumber data dalam hal ini adalah BMDS yang dituturkan oleh penuturnya di desa sentebang , kecamatan jawai, kabupaten sambas yang dijdikn informasi penelitian.

b.      Data

Data dalam penelitian ini adalah kata-kata yang mngandung relasi makna adjektiva dasar BMDS yang digunkan oleh masyarakat di Desa Sentebang, Kecamatan Jawai, Kabupaten Sambas.

H.    Informan Penelitian
Menurut Mahsun dalam Pradila (2007:21) kreteria informan sebagai berikut:
1.      Berjenis kelamin pria atau anita
2.      Berusia 25-65 tahun
3.      Lahir dan dibesarkan di daerah tersebut
4.      Berpendidikan minimal SD
5.      Mobilitas keluar daerah rendah
6.      Sehat jasmani dan rohani
7.      Pekerjaannya petani atau buruh
8.      Sehari-hari menggunakan bahasa daerah
9.      Inorman bersedia menjadi informan penelitian

I.       Teknik dan alat pengumpulan data

a.       Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah komunikasi langsung dengan wawanara dan percakapan. Teknik wancara ini digunakan untuk mengumpulkan data utama dan mengumpulkan data. Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan pancingan yang mengarah pada kalimat yang mengandung adjektiva dasar BMDS.

b.      Alat pengumpulan data
Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan alat pengumpulan data sebagai berikut.
Instrumen penelitian yang berupa datar kosakata dan kalimat untuk menjaring data yang ditanyakan peneliti kepada informan:
1.      Alat peraga
2.      Kartu data yang digunakan untuk mempermudah mengelompokkan data.
3.      Alat perekam
4.      Cerita rakyat






































J.      Simpulan

Pada tahap ini data disimpulkan  sehingga diperoleh deskripsi linguistik seara menyeluruh tentang relasi makna adjektiva dasar BMDS.
Datar Pusaka

Chhaer, Abdul 1994. Pengntar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

Uraye9.blogspot.com/2013/03 analisis relasi makna adjektiva dalam bahasa melayu dialek sambas


Senin, 08 Desember 2014

penelitian mini

Penelitian alih kode dalam surat kabar pontianak post
Penelitian Mini
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia


Oleh

Meri Wati
(511300209)



FAKULTAS BAHASA DAN SENI
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUPLIK INDONESIA
PONTIANAK
2014
BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bahasa adalah alat komunikasi verbal yang bersifat arbitrer, bahasa juga merupakan alat penghubung yang berupa symbol tertentu yang telah disepakati sehingga terjadi interaksi yang saling merespon satu dengan yang lain. Bahasa tidak bisa lepas dari kehidupan kita sehari-hari, manusia selalu melakukan kegiatan setiap hari dan untuk memperlancar kegiatan tersebut dibutuhkan sebuah komunikasi yang nantinya akan menghasilkan sebuah keuntungan bersama.
Setiap penutur mempunyai kemampuan komunikatif berupa kemampuan berbahasa serta kemampuan mengungkapkan sesuai dengan fungsi dan situasi serta norma-norma pemakain dalam kontek sosialnya. Di dalam kajian ilmu sosiolinguistik terdapat beberapa dimensi yang harus diperhatikan yaitu: identitas social penutur, identitas social pendengar, lingkungan social terjadinya tindak tutur, analisis sinkronik dan diakronik, penilaian social yang berbeda dari penutur, tingkatan variasi dan ragam linguistic.
Makalah ini di lihat pada surat kabar Pontianak Post jumat 12 September 2014 pada halaman 16, senin 27 January 2014 pada halaman 11, dan rabu 15 January 2014 pada halaman 11. Penelitian ini membahas tentang  “ alih kode data surat kabar Pontianak Post” yang terdapat dalam surat kabar Pontianak Post dan percakapan yang menggunakan bahasa Melayu Pontinak yang membahas tentang kejadian yang ada di kota Pontianak seperti “syarat ikut sertifikasi, penyapu jalan tumpuk sampah sembarangan, dan galian PDAM rusak jalan”.

B.     Fokus Penelitian
-          Masalah dan batasan masalah
  1. Bagaimana bentuk alih kode yang ada di dalam surat kabar Pontianak Post?
  2. Faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya alih kode?

C.    Tujuan Penelitian
  1. Mendeskripsikan bentuk alih kode yang ada di surat kabar Pontianak Post
  2. Mencari tahu faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya alih kode

D.    Manfaat Penelitian
  1. Mengetahui gaya bicara para masyarakat
  2. Bisa menyimpulkan dari percakapan tersebut adakah gejala alih kode atau tidak
BAB II
KAJIAN TEORI

  1. Analisis Percakapan
Tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa melayu Pontianak sangat mempengaruhi komunikasi sehari-hari, dikarenakan penutur merupakan kelompok masyarakat suku melayu Pontianak dan bahasa daerah atau bahasa nusantara akan selalu berdampingan dengan bahasaIndonesia.
Analisis percakapan adalah analisis yang sistematis tentang peristiwa berbicara yang dihasilkan dalam setiap situasi interaksi percakapan (talk-in-interaction). Analisis percakapan adalah kajian rekaman tentang percakapan dalam interaksi yang terjadi secara alamiah. Pada prinsipnya, analisis percakapan bertujuan untuk menemukan cara-cara partisipan mengerti dan menanggapi penuturan antara partisipan yang satu dengan yang lain dalam suatu giliran berbicara, dengan menitikberatkan pada urutan perilaku. Hal itu berarti analisis percakapan dapat menemukan langkah-langkah yang tidak dapat diduga sebelumnya dan kompetensi sosiolinguistik yang mendasari produksi dan interpretasi percakapan yang urutan interaksinya teratur (Hutchby dan Wooffitt, 1998).
Analisis percakapan adalah sebuah permulaan yang radikal dari bentuk-bentuk analisis yang diorientasikan secara linguistik pada produksi tuturan dan khususnya perolehan pengertian yang tidak hanya dilihat pada struktur bahasa tetapi yang pertama dan utama adalah sebagai sebuah penyelesaian sosial yang praktis. Hal itu berarti kata-kata yang digunakan pada saat berbicara tidak dikaji sebagai kesatuan-kesatuan semantik, tetapi sebagai hasil atau tujuan yang dibentuk dan digunakan dalam batasan aktivitas-aktivitas perundingan dalam berbicara, seperti salam, sapaan, keluhan, dan sebagainya.
Dengan percakapan, penutur menunjukkan urutan-urutan berikutnya dari sebuah pemahaman yang dibicarakan sebelumnya. Hal itu akan dapat menunjukkan hal-hal utama yang dikehendaki ataupun tidak dikehendaki oleh penutur. Langkah-langkah tersebut disebut sebagai langkah-langkah pembuktian giliran berikutnya (next-turn proof procedure). Langkah-langkah tersebut menjadi alat dasar dalam analisis percakapan untuk menjamin bahwa analisis benar-benar didasarkan pada kelengkapan percakapan sebagai orientasi partisipan dalam menyelesaikan percakapannya, bukan semata-mata didasarkan pada asumsi analis.
Urutan-urutan tuturan dalam sebuah percakapan akan memberikan kepastian informasi yang dikehendaki oleh partisipan dengan adanya pasangan tuturan yang berdekatan (adjacency pair). Pasangan tuturan yang berdekatan ini akan mempertegas langkah-langkah pembuktian terhadap cara-cara partisipan memahami dan membuat pengertian tentang tuturan yang ada.
Langkah-langkah pembuktian itu didasarkan pada tiga hal penting tentang peristiwa percakapan adalah sebagai berikut:
a)      tuturan dapat dipandang sebagai tujuan penutur untuk menggunakannya bagi penyelesaian sesuatu yang khusus dalam berinteraksi dengan yang lain daripada hanya sekedar mendengar.
b)      tuturan terjadi dalam konteks khusus yang memerlukan jawaban-jawaban metodis. Karakteristik metodis berbicara selalu ditujukan pada detail-detail interaksi dan konteks urutan dalam percakapan yang dihasilkan yang biasa disebut dengan tindak tutur
c)      analisis percakapan merupakan sebuah metode ilmiah sosial. Hal itu didasarkan pada pandangan bahwa suatu percakapan dalam interaksi terdiri atas hubungan sebab-akibat yang menggunakan variabel-variabel linguistik yang dipengaruhi oleh variabel-variabel sosial (Hutchby dan Wooffitt, 1998:21).

  1. Proses terjadinya alih kode
  1. Pengertian alih kode
Menutut Apple(1976:79) mendefinisikan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubahnya situasi. Menurut Hymes(1875:103) menyatakan alih kode hanya terjadi antar bahasa, tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Namun karena di dalam suatu kode terdapat berbagai kemungkinan variasi(baik variasi resional, variasi kelas social, ragam, gaya atau register) maka peristiwa alih kode mungkin berwujud alih varian, alih ragam, alih gaya atau alih register. Peralihan juga dapat diamati lewat tingkat-tingkat tatabunyi, tatakata, tatabentuk, tata kalilmat, maupun tatawacananya.
Latar Belakang Hidup di dalam masyarakat dwibahasa (atau multibahasa) membuat orang Indonesia mampu berbicara dalam setidaknya dua bahasa. Mereka dapat menggunakan paling tidak bahasa daerahnya (yang biasanya merupakan bahasa ibu) dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Karena pengaruh globalisasi dan masuknya budaya asing, saat ini bahkan banyak sekali orang yang mampu berkomunikasi dengan lebih dari bahasa satu bahasa asing. Penguasaan beberapa bahasa mendorong orang-orang menggunakan berbagai bahasa tersebut dalam situasi dan tujuan yang berbeda. Karena inilah fenomena alih kode (code switching) dan campur kode (code mixing) tidak dapat dihindari. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Umar dan Napitupulu (1994:13), bahwa alih kode merupakan aspek ketergantungan bahasa dalam suatu masyarakat dwibahasa. Hampir tidak mungkin bagi seorang penutur dalam masyarakat dwibahasa untuk menggunakan satu bahasa saja tanpa terpengaruh bahasa lain yang sebenarnya memang sudah ada dalam diri penutur itu, meskipun hanya sejumlah kosa kata saja. Alih kode dapat terjadi di berbagai situasi dan tempat.
Landasan Teori Alih kode merupakan hal yang dibahas dalam sosiolinguistik. Sosiolinguistik mempelajari bahasa dengan mempertimbangkan hubungan antara bahasa dan masyarakat penutur bahasa tersebut (Rahardi, 2001:12- 13). Orang-orang akan akan berkomunikasi menggunakan bahasa atau kode tertentu berdasarkan siapa yang mereka ajak bicara dan dalam situasi yang seperti apa serta tujuan apa yang ingin mereka peroleh melalui penggunaan kode tersebut. Hal ini sejalan dengan pernyataan Fishman, “who speaks (or write) what language (or what language variety), to whom and when, and to what end?” (dalam Wardaugh, 1986:16). Selain itu, pemilihan kode yang sesuai untuk situasi tertentu juga dipengaruhi oleh komponen tutur yang disingkat sebagai SPEAKING, yang diungkapkan oleh Dell Hymes (dalam Fasold, 1990:44-46). Komponen tutur ini terdiri atas Situation (tempat dan waktu terjadinya tuturan), Participants (peserta tutur), Ends (tujuan), Act sequences (pokok tuturan), Keys (nada tutur), Instrumentalities (sarana tutur), Norms (norma tutur), dan Genre (kategori)kebahasaan yang sedang dituturkan). Alih kode merupakan salah satu akibat adanya kontak bahasa. Kontak bahasa terjadi ketika dua bahasa atau lebih digunakan oleh penutur yang sama (Suwito dalam Rahardi, 2001:17). Kontak bahasa ini akan memengaruhi salah satu bahasa yang digunakan penutur, dan hal ini terlihat dari adanya beberapa leksikon pinjaman dari salah satu bahasa tersebut.
Kode adalah suatu sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya mempunyai ciri-ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan lawan bicara, dan situasi tutur yang adalasi penutur dengan lawan bicara, dan situasi tutur yang ada. Sementara Sumarsono dan Pertana (2002:201) mengatakan bahwa kode merupakan bentuk netral yang mengacu pada bahasa, dialek, sosiolek, atau variasi bahasa. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Tanner (dalam Pride & Holmes ed., 1972:126) bahwa kode mencakup bahasa dan perbedaan intrabahasa yang disebut variasi (tingkat tutur, dialek, dan ragam). Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kode mencakup bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dan variasi bahasa tersebut, termasuk dialek, tingkat tutur, dan ragam. Dengan kata lain, kode adalah sistem yang digunakan seseorang untuk berkomunikasi dengan mitra tuturnya .(Rahardi ,2001:21) mengatakan bahwa alih kode adalah penggunaan altenatif dari dua variasi atau lebih dari bahasa yang sama atau dalam suatu masyarakat dwibahasa. Sementara itu,Crystal (dalam Skiba, 1997 hal. 2) mengatakan bahwa peralihan kode atau bahasa terjadi ketika seorang dwibahasawan saling bergantian menggunakan dua bahasa selama dia berbicara dengan dwibahasawan lain. Chaer dan Agustina (1995:141) menambahkan bahwa alih kode adalah ”peristiwa pergantian bahasa…atau berubahnya dari ragam santai menjadi ragam resmi, atau juga ragam resmi ke ragam santai….” Jadi dalam alih kode, pemakaian dua bahasa atau lebih ditandai oleh kenyataan bahwa masing-masing bahasa masih mendukung fungsi-fungsi tersendiri sesuai dengan konteksnya, dan fungsi masing-masing bahasa itu disesuaikan dengan relevan dengan perubahan konteksnya.
Dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa memiliki fungsi otonomi masing-masing, sedangkan kode-kode yang lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanya berupa serpihan-serpihan saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode Chaer and Agustina (1995:151). Dalam alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu masih memiliki fungsi otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan dengan sengaja dengan sebab-sebab tertentu (fungsional).



  1. Beberapa faktor penyebab alih kode
Kalau menelusuri penyebab terjadinya alih kode kita harus kembali ke pokok bahasan sosiolinguistik yang dikemukakan  oleh Fishman (1976) yaitu siapa berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dan dengan tujuan apa. Dalam berbagai kepustakaan linguistic secara umum penyebab alih kode itu antara lain: (1) pembicara atau penutur,(2) pendengar atau lawan tutur,(3) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga,(4) perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya,(5) perubahan topic pembicaraan.
Menurut Crystal (dalam Skiba, 1997:p 3-4), peralihan bahasa satu ke bahasa lain dapat dikarenakan oleh hal berikut ini:
1.      Penutur tidak dapat mengungkapkan sesuatu dalam bahasanya sehingga beralih ke bahasa lain.
2.      Penutur ingin mengungkapkan solidaritas dengan kelompok sosial tertentu.
3.      Penutur ingin mengekspresikan sikapnya kepada mitra tutur.
Senada dengan hal di atas, Wardaugh (1986:102) mengatakan bahwa seorang penutur beralih dari variasi X ke variasi Y karena adanya solidaritas dengan pendengarnya, pemilihan topik, dan jarak sosial. Adapun Chaer dan Agustina (1995:143) menyimpulkan bahwa penyebab alih kode antara lain penutur, mitra tutur, perubahan situasi karena adanya orang ketiga, perubahan dari situasi formal ke informal, dan topik yang dibicarakan. Dari berbagai pendapat tersebut,dapat disimpulkan bahwa munculnya alih kode dapat dipengaruhi oleh para partisipan pembicaraan, perubahan situasi, perubahan topik, dan solidaritas.
Para mahasiswa juga menguasai bahasa yang beragam pula, tetapi mereka minimal bisa menggunakan bahasa melayu Pontianak dan bahasa Indonesia, dan beberapa di antaranya menguasai bahasa asing lain seperti bahasa Inggris, Jepang, maupun Arab..  Alih kode eksternal Alih kode eksternal terjadi ketika penutur berganti bahasa antara bahasa lokal ke bahasa asing. Alih kode ini banyak muncul ketika para anggota beralih dari bahasa Indonesia atau melayu Pontianak ke bahasa Inggris, atau sebaliknya.  Alih kode situasional Alih kode situasional terjadi ketika para penutur menyadari bahwa mereka berbicara dalam bahasa tertentu dalam suatu situasi dan bahasa lain
Faktor yang Memengaruhi Alih Kode Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi para mahasiswa untuk melakukan alih kode, antara lain:
1.      Partisipan pembicaraan Partisipan pembicaraan atau penutur lain dapat memengaruhi terjadinya alih kode.
2.      Perubahan situasi Alih kode dapat terjadi karena adanya perubahan situasi, karena hadirnya orang ketiga.
  1. Macam-macam alih kode
Menurut Soewito ada dua macam alih kode, yaitu alih kode intern dan alih kode ekstern. Yang dimaksud alih kode intern adalah alih kode yang berlangsung antar bahasa sendiri, seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa melayu Pontianak, atau sebaliknya. Sedangkan alih kode ekstern adalah alih kode yang terjadi antara bahasa sendiri(salah satu bahasa atau ragam yang ada dalam verba repertoire masyarakat tuturnya) dengan bahasa asing.
Wardaugh (1986:102-103) danHudson(1996:52-53)
  1. Metaforis Alih kode metaforis terjadi jika ada pergantian topik (Wardaugh, 1986:103). Alih kode ini memiliki dimensi afektif, yaitu kode berubah ketika situasinya berubah, misalnya formal ke informal, resmi ke pribadi, maupun situasi serius ke situasi yang penuh canda.
  2. Situasional Alih kode ini terjadi berdasarkan situasi di mana para penutur menyadari bahwa mereka berbicara dalam bahasa tertentu dalam suatu situasi dan bahasa lain dalam situasi yang lain (Wardaugh, 1986:102-103). Tidak ada perubahan topik dalam alih kode situasional.
Sebagai tambahan, menurut Hudson(1996:52), dalam alih kode situasional pergantian ini selalu bertepatan dengan perubahan dari suatu situasi eksternal (misalnya berbicara dengan anggota keluarga) ke situasi eksternal lainnya (misalnya berbicara dengan tetangga).
Sedangkan Hymes (dalam Rahardi, 2001:20) menyebutkan alih kode internal dan eksternal.
  1. Internal Alih kode internal adalah alih kode yang terjadi yang terjadi antarbahasa daerah dalam suatu bahasa nasional, antardialek dalam satu bahasa daerah, atau antara beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam suatu dialek (Hymes dalam Rahardi, 2001:20).
  2. Eksternal Alih kode eksternal terjadi ketika penutur beralih dari bahasa asalnya ke bahasa asing (Hymes dalam Rahardi, 2001:20), misalnya dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris atau sebaliknya.











BAB III
HASIL PENELITIAN
Dalam hal ini penulis tertarik untuk meneliti fenomena alih kode yang muncul pada percakapan yang terdapat di dalam surat kabar Pontianak Post. Dalam percakapan tersebut para masyarakat sering melakukan alih kode (biasanya dalam bahasa melayu Pontianak, bahasa Indonesia). Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan berikut:
1.      Menunjukkan jenis alih kode dan campur kode yang muncul
2.      Menjelaskan faktor yang memengaruhi munculnya alih kode. Data Data diperoleh melalui metode simak libat cakap, di mana peneliti juga berpartisipasi secara langsung dalam pembicaraan.
Setiap kalimat dalam data diurutkan untuk memudahkan analisis seperti dalam  percakapan dibawah ini yang menunjukkan terjadinya alih kode:
Data I:
P1          : pak, sertifikasi da caer
                (pak, sertifikasi sudah cair)
P2          : haa.. aku belom
                 (haa.. aku belum)
  adoh. Sedehnye gak. Yang laen dah dapat, aku belom.
                 (adoh. Sedihnya. Yang lain sudah dapat, aku belum)
                  Sertifikasi saye belom caer ke pak?
                 (apakah sertifikasi saya balum cair pak?)
P1          : syaratnye dah lengkap belom?
                  (apakah syaratnya sudah lengkap atau belum?)
P2            : ooh, banyak ke syaratnye?
                 (ooh, apakah banyak syaratnya?)
P1            : alamak, kire dah lengkap. Masi beku lah die
                 (astaga, kira sudah lengkap. Masih beku lah dia)
Percakapan di atas dilakukan oleh dua orang yaitu P1 (pelaku 1) dan P2 (pelaku 2) dan menggunakan bahasa Melayu Pontianak dan di jelaskan kembali dengan pembahasan yang menggunaan bahasa Indonesia agar setiap pembaca yang tidak mengerti dengan bahasa Melayu Pontianak dapat mengerti maksud dari percakapan tersebut. Dalam percakapan di atas P1 dan P2 membahas tentang “syarat ikut sertifikasi” yang di mulai P1 dengan memberitahukan sebuah informasi yaitu sertifikasi sudah cair dan adanya umpan balik dari P2 kepada P1 dengan bertanya bagaimana membuat sertifikasi cair.

Data II:
            P1        : e.. eh ngape pulak sampah bertumpok depan gang nih Dol?
                         (e.. eh mengapa sampah bertumpuk di depan gang Dol?)
            P2        : ini pasti kerjaan Wak
                         (Ini pasti kerjaan Wak)
            P1        : ngape sampah tu cume ditumpok depan gang Wak?
                        (mengapa sampah itu hanya ditumpuk di depan gang Wak?)
P3        : leteh aku nyapunye, banyak benar sampah kitak tuh, buang sampah jangan sembaranganlah.
             (letih aku menyapu, banyak sekali sampah kalian itu, buang sampah jangan sembarangan lah).
Percakapan di atas dikukan oleh tiga orang yaitu P1 (pelaku 1), P2 (pelaku 2), P3 (pelaku 3) dan menggunakan bahasa Melayu Pontianak dan di jelaskan kembali dengan pembahasan yang menggunaan bahasa Indonesia agar setiap pembaca yang tidak mengerti dengan bahasa Melayu Pontianak dapat mengerti maksud dari percakapan tersebut. Dalam percakapan tersebut membahas tentang “penyapu jalan tumpuk sampah sembarangan” yaitu tentang keluh resah warga yang hanya mengumpulkan sampah tetapi tidak memungut dan membersihkannya.

Data III:
            P1        : e..ehh ade ape pulak ni?
                         Baru gag kite ngerase jalan ni bagus dah ancor gini Jang?
                         (e..ehh ada apa ini?)
                         (baru saja kita merasa jalan ini bagus dah hancur seperti ini?
            P2:       : ini kerjaan PDAM belom selesai Wak, biar aek kite ni lancer
                         (ini kerjaan PDAM belum selesai Wak, supaya air kita ini lancer)
            P1        : oo baguslah kalo gitu
                         (oo baguslah kalu begitu)
Percakapan di atas dilakukan oleh dua orang yaitu P1 (pelaku 1) dan P2 (pelaku 2) dan menggunakan bahasa Melayu Pontianak dan di jelaskan kembali dengan pembahasan yang menggunaan bahasa Indonesia agar setiap pembaca yang tidak mengerti dengan bahasa Melayu Pontianak dapat mengerti maksud dari percakapan tersebut. Dalam percakapan di atas P1 dan P2 tentang “galian PDAM rusak jalan” membahas jalan beton yang baru beberapa bulan selesai  yang merupakan program kerja bapak walikota Sutarmidji juga ikut hancur untuk galian pipa.

Dapat di simpulan dari ketiga dialog diatas yang menggunakan bahasa Melayu Pontianak terdapat adanya alih kode pada saat setelah orang membaca percakapan yang menggunakan bahasa Melayu Pontianak lalu membaca pembahasan yang menggunakan bahasa Indonesia, dan pada penelitian ini terdapat bahasa Indonesia setelah bahasa Melayu Pontianak di dalam percakapan yang ada di dalam surat kabar Pontianak Post.



















BAB IV
PENUTUP

A.    Simpulan
Dalam Percakapan di atas terdapat alih kode dengan percakapan berbahasa melayu Pontianak dan diartikan kedalam bahasa Indonesia. Dalam berbagai kepustakaan linguistic secara umum penyebab alih kode itu antara lain: (1) pembicara atau penutur,(2) pendengar atau lawan tutur,(3) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga,(4) perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya,(5) perubahan topic pembicaraan.
Menurut Crystal (dalam Skiba, 1997:p 3-4), peralihan bahasa satu ke bahasa lain dapat dikarenakan oleh hal berikut ini:
  1. Penutur tidak dapat mengungkapkan sesuatu dalam bahasanya sehingga beralih ke bahasa lain.
  2. Penutur ingin mengungkapkan solidaritas dengan kelompok sosial tertentu.
  3. Penutur ingin mengekspresikan sikapnya kepada mitra tutur.
Wardaugh (1986:102) mengatakan bahwa seorang penutur beralih dari variasi X ke variasi Y karena adanya solidaritas dengan pendengarnya, pemilihan topik, dan jarak sosial. Adapun Chaer dan Agustina (1995:143) menyimpulkan bahwa penyebab alih kode antara lain penutur, mitra tutur, perubahan situasi karena adanya orang ketiga, perubahan dari situasi formal ke informal, dan topik yang dibicarakan.
  1. Saran
Mahasiswa harus sering melakukan penelitian-penelitian, baik melalui tugas atau penelitian kreatif mahasiswa sendiri dengan menambah wawasan tentang penggunaan bahasa di masyarakat. Selalu mendengarkan percakapan ataupun membaa dialog yang ada di media seperti surat kabar agar mengetahui adanya terjadi alih kode.










Daftar Pustaka.

Apple, R. dkk. Sociolinguistiek, Het Spectrum, Antwerpen/Utrecht,1976
Poedjosoedarmo, S. ,”Analisa Variasi Bahasa “ dalam penataran dilektologi, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,Jakarta, 1976
REFERENSI Chaer, Abdul & Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar.Jakarta: Rineka Cipta. Fasold, Ralph. 1990